• Uncategorized
  • 0

resume Adab Pergaulan dalam Islam

ADAB PERGAULAN  DALAM ISLAMI

Didalam pergaulan sehari-hari dimana terjadi interaksi -interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya ada banyak hal yang harus diperhatiikan mulai dari bagaimana bertutur kata sampai dengan masalah sikap dan tindak tanduk seseorang yang mana semua itu akan tercakup dalam masalah akhlak.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa akhlakulkarimah merupakan salah satu diantara tugas-tugas kenabian. Bahkan tugas para nabi, seseorang yang mengaku sebagai pengikut nabi namun tidak menghiasi dirinya dengan akhlakulkarimah berarti elah terputus dengan misi utama kenabian. Ia juga tidak akan memiliki bobot yang berat tatkala dihadapkan kepada timbangan amal perbuatan, sebab amal yang paling berat timbangannya adalah ahlaqul karimah.

Para salafusshalih sangat memperhatikan masalah ahlak, sehingga mereka pantas menjadi teladan dalam setiap persoalan. Ketahuilah wahai saudaraku, barang siapa yang merenungi kitabullah dan senantiasa berhubungan dengannya maka akan mendapatkan kemuliaan ahlak, dan barang siapa yang mengkaji sunnah-sunnah nabi yaitu perjalanan hidup Rasulullah saw dan haditsnya akan mendapatkan dan memahami kemuliaan ahlak dan keagungannya, sebagaimana termaktub pada akhir suratAl-Furqan.

“Adapun hamba-hamba Rabb yang maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan dibumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina) mereka mengucapkan ” Salam” ,dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Rabb mereka dengan bersujud dan berdiri. DAn orang-orang yang berkata ‘Ya Rabb kami, jauhkanlah adzab Jahannam dari kami, karena sesungguhnya adzabnya itu membuat kebinasaan yang kekal, sungguh, Jahanam itu  seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan (termasuk hamba-hamba Rabb yang maha pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, diantara keduanya secara wajar, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al-Furqan 63-68).

Selain hal diatas, ahlak-ahlak yang mulia adalah dengan tidak memberikan kesaksian palsu bahkan harus memerangi dan mengingkarinya, menolak perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat atau tidak mendapatkan faedah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla.

“Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak perfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. (QS. Al-Furqan :72).

Dan jika didengarkan atau ditunjukkan ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla atau didatangkan pada mereka hadits-hadits Rasulullah saw yang shahih maka mereka (mukmin dan mukminat) sebagai ahlul lisan akan menghadapnya dengan khusyuk serta menerima sepenuhnya terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan sekaligus mengagungkan-Nya ‘Azza wa Jalla. Hati-hati mereka menjadi lembut. Bahkan tidak jarang kita lihat menangis lantaran rasa takut kepada-Nya ‘Azza wa Jalla.

Sikap sabar, juga merupakan sikap yang harus ada di dalam pergaulan, baik itu kesabaran dalam mentaati Allah ‘Azza wa Jalla dan kesabaran menahan yang diharapkan Allah ‘Azza wa Jalla dan kesabaran atas musibah yang menimpa dan tidak ada balasan bagi orang yang sabar dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla kecuali al-jannah yang tinggi dan agung.

“mereka itulah yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam jannah), karena kesabaran mereka. Dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat didalamnya. Mereka kekal didalamnya. Jannah itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman” (QS. Al-Furqan 75-76). Sesungguhnya setiap mukmin dan mukminat mereka itu adalah saling menjadi wali satu sama lainnya. Mereka saling memenberi nasehat dan saling mencintai karena Allah ‘Azza wa Jalla dan saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran serta saling tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Dengan menjaga hal-hal yang seperti itu berarti seorang mukmin atau mukminat telah mengamalkan sifat dan sikap atau ahlak yang mulia, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla : “dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf. Mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana (At-Taubah :71).

Dalam kaitannya dengan amar makruf dan annashihat lillah sudah selayaknya bagi seorang mukmin dan mukminat senantiasa memperhatikan timing yang tepat dalam beramar makruf, tidak capat berputus asa bila ditolak. Karena bisa jadi pada hari ini ia ditolak namun esok lusa ia bisa diterima.

Dan diwajibkan bagi setiap mukmin dan mukminat untuk tetap istiqomah dalam agamanya menunaikan kewajiban terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, mentaati-Nya ‘Azza wa Jalla dan mentaati Rasulullah saw. Mereka itulah yang berhak mendapat karunia didunia dan diakhirat karena ketaatannnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, keimanan dengannya serta pelaksanaan kewajiban terhadap-Nya ‘Azza wa Jalla.

Hal ini juga menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi orang-orang yang berpaling, lalai dan orang-orang yang mengabaikan kewajiban, maka bagi mereka sama halnya dengan menyodorkan dirinya untuk diadzab Allah ‘Azza wa Jalla dan dimurkai-Nya ‘Azza wa Jalla.

Sebagaimana dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla:”adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka sesungguhnya nar lah tempat tinggal(nya), dan adapun orang-orang yang takut pada keesaran rabb-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya jannah-lah sebagai tempatinggal(nya).” (AnNaziat 38-41).

Terakhir kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan asmaulhusna-Nya ‘Azza wa Jalla dan sifat-sifatNya ‘Azza wa Jalla yang tinggi, semoga Allah ‘Azza wa Jalla menunjukkan kita dan segenap kaum muslimin kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga Allah memperbaiki hati kita dan amal kita sekalian semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan rizki berupa kemampuan melaksanakan tawasshau bil haq dan tawasshau bis Sabr. Tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan, mengutamakan akhirat atas dunia, mempunyai keinginan untuk tetap memiliki keselamatan hati dan amal, ambisi ntuk bermamfaat bagi kaum muslimin dimanapun mereka berada.

Wallahua’lam

  1. ETIKA PERGAULAN MENURUT ISLAM

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat <49>:13)

Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.

Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat <49>:13)

Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.

Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).

Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.

Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. Wallahu a’lam bishshawab

  1. BATASAN PERGAULAN DALAM ISLAM

Beberapa minggu yang lalu, saya melibatkan diri dalam diskusi tentang pacaran dan tentang adakah pacaran islami. tulisan ini tidak akan membahas tentang hal yang saya diskusikan, sebab ada waktunya untuk membahas hal tersebut. tulisan ini hanya ingin membahas tentang sesuatu yang dicurhatkan kepada saya.

tak bisa dipungkiri kalo saat ini ikhtilat (campur baurnya laki-laki dengan perempuan di suatu tempat) sudah terjadi di segala interaksi manusia. dan hal ini membawa pengaruh pada pola interaksi pergaulan, bahkan status dalam pergaulan.

sekarang sudah lazim adanya status pacar, atau hubungan TTM atau lainnya yang sangat rawan bagi orang-orang yang kondisi emosinya masih labil atau pola pikirnya belum dewasa. hal ini tidak terbatas pada manusia yang berumur belasan tahun, tetapi dari anak kecil hingga orang tua pun masih berlaku.

secara moral atau sudut pandang sosiologi/ aturan pergaulan kebiasaan di Indonesia, adanya hubungan yang dekat dengan lawan jenis yang boleh dinikahi/ non mahrom mungkin diperbolehkan, dan merupakan kewajaran, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan cinta dan kasih sayang baik dari diri sendiri maupun orang lain.

dalam hal kejiwaan pun kedekatan yang intens pada hubungan antara dua manusia masih merupakan sebuah kewajaran dan bukan sebuah kelainan. sebab sama halnya dalam sudut pandang sosiologi, itu adalah fitrah manusia.

sebagai orang islam, kita harus melihat aktivitas pergaulan kita dari aturan-aturan yang ada. karena dalam hal muamalah asal suatu hukum adalah mubah/ dibolehkan kecuai ada dalil yang melarangnya, maka kita perlu melihat dalil-dalil yang ada. tentunya menggunakan dalil yang kuat.
karena ilmu saya dalam bidang agama masih sangat kurang, maka saya tidak bisa mencantumkannya di sini, mungkin kang drai atau yang lebih menguasai bisa menambahkan.

kita mulai dari aktivitas yang bagai mana yang dibolehkan dalam aturan islam, atau bisa diterjemahkan “dengan siapa aja kita boleh beraktivitas?”

  1. CONTOH ATURAN ISLAM BIDANG PERGAULAN HIDUP SOSIAL

Beberapa minggu yang lalu, saya melibatkan diri dalam diskusi tentang pacaran dan tentang adakah pacaran islami. tulisan ini tidak akan membahas tentang hal yang saya diskusikan, sebab ada waktunya untuk membahas hal tersebut. tulisan ini hanya ingin membahas tentang sesuatu yang dicurhatkan kepada saya.

tak bisa dipungkiri kalo saat ini ikhtilat (campur baurnya laki-laki dengan perempuan di suatu tempat) sudah terjadi di segala interaksi manusia. dan hal ini membawa pengaruh pada pola interaksi pergaulan, bahkan status dalam pergaulan.

sekarang sudah lazim adanya status pacar, atau hubungan TTM atau lainnya yang sangat rawan bagi orang-orang yang kondisi emosinya masih labil atau pola pikirnya belum dewasa. hal ini tidak terbatas pada manusia yang berumur belasan tahun, tetapi dari anak kecil hingga orang tua pun masih berlaku.

secara moral atau sudut pandang sosiologi/ aturan pergaulan kebiasaan di Indonesia, adanya hubungan yang dekat dengan lawan jenis yang boleh dinikahi/ non mahrom mungkin diperbolehkan, dan merupakan kewajaran, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan cinta dan kasih sayang baik dari diri sendiri maupun orang lain.

dalam hal kejiwaan pun kedekatan yang intens pada hubungan antara dua manusia masih merupakan sebuah kewajaran dan bukan sebuah kelainan. sebab sama halnya dalam sudut pandang sosiologi, itu adalah fitrah manusia.

sebagai orang islam, kita harus melihat aktivitas pergaulan kita dari aturan-aturan yang ada. karena dalam hal muamalah asal suatu hukum adalah mubah/ dibolehkan kecuai ada dalil yang melarangnya, maka kita perlu melihat dalil-dalil yang ada. tentunya menggunakan dalil yang kuat.
karena ilmu saya dalam bidang agama masih sangat kurang, maka saya tidak bisa mencantumkannya di sini, mungkin kang drai atau yang lebih menguasai bisa menambahkan.

kita mulai dari aktivitas yang bagai mana yang dibolehkan dalam aturan islam, atau bisa diterjemahkan “dengan siapa aja kita boleh beraktivitas?”

http://pramithazahra.blogspot.co.id/2012/10/adab-pergaulan-islam.html

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *